Sabtu, 05 Januari 2008
Flash Back Edition
Di edisi ini kita akan memutar jalan; mengingat-ingat kembali catatan lalu tentang banyak cerita yang sudah kita ukir. Sekilas rasanya seperti buang-buang waktu. Terserah, aku hanya ingin mengumpulkan kembali memori-memori, dan membaginya dengan kalian. Mungkin kalian akan tertawa, maka kita tertawa bersama. Atau juga bukan itu, entahlah.


Aku membagi cerita ini berdasarkan tangga waktunya, dari kelas 1 dulu sampai kelas 4 kemarin. Mungkin kalian lebih suka mulai dari pengalaman di kelas 3, lalu beranjak ke
kelas 2. Atau mungkin dari kisah kelas 1 dan beruntut sampai kelas 4. Terserah, kalian bisa membacanya dengan cara kalian sendiri.


Kelas 1
–Dunia ini sempit, hanya beberapa hektar! Aku ingin lebih luas lagi, aku ingin bebas, aku kabur.

Tak usah basa-basi lagi, kita semua anak-anak waktu itu. Kita adalah gerombolan anak kecil yang suka diajak ke taman bermain setiap hari Minggu, yang selalu minum susu buatan ibu sebelum pergi sekolah, dan berteriak-teriak minta makan selepas pulang sekolah. Kita anak manja!

Tapi tiba-tiba semua itu harus berhenti saat kita masuk DA. Entah karena kesalahan apa, kita harus dikurung di tempat sempit ini, di penjara ini! Kita kesal. Dan semalam saja insting kanak-kanak kita berontak hebat: kitapun menangis, merenung, malas makan, bosan, tak betah dan, sttt… kabur!

Ya, semua tahu itu. Bahkan kakak-kakak dan adik kelaspun merasakan hal yang sama. Semua begitu. Rasanya sesuatu memaksa semua orang yang pernah hidup di sini untuk mengakui bahwa dirinya adalah tawanan, tawanan yang tak bersalah. Dan mungkin karena itulah tempat ini disebut penjara suci.

Tapi ingatkah kalian, dulu kita juga melewati banyak acara. Ingatkah kalian tentang KMR dulu, Muhadarah, Ma’rakat, dan haflah? Atau hal-hal gila yang dulu pernah kita lakukan seperti peristiwa bel palsu di pelajaran B. Inggris, atau pertengkaran berdarah, kemalingan asrama II, dan banyak hal lain? Masih ingatkah kalian tentang semua itu? Kalau tidak, mari kita ingat-ingat lagi.

1. Bel Palsu Pelajaran B. Inggris
Entah hari apa, ku tak begitu ingat (atau mungkin ku benar-benar tak tahu hari waktu itu). Saat itu jam setengah sepuluh pagi. Seperti biasa, Pak Raden mengajar B. Inggris dengan materi yang membuat kepala berputar-putar. Pusing! Dan seperti biasa juga, kitapun bosan.

Di tengah-tengah, Pak Raden memberi tugas. Lumayan banyak yang mengerjakan, lalu mengumpulkannya ke meja depan. Pak Raden dikerumuni, terhalangi banyak anak.
Ya, inilah saatnya. Ssttt… jangan bilang siapapun kalau ada yang bawa bel ke kelas. Kita sudah bosan di kelas, kita ingin main, jajan, istirahat. Beberapa kitapun menghampiri stop kontak dekat pintu, menyambungkan kabel bel, dan… Teeeeet, teeet! Suara bel pun menyusupi keriuhan kelas. Aman, Pak Raden masih dikerumuni. Berhasil, yuhuuu!

Lalu kitapun berlagak tak tahu dan dengan polosnya berkata-kata sedikit keras, “Pak bel Pak, Pak, udah bel”.

“Oh, ya sudah, sekarang istirahat”. Pak Raden menjawab berat di tengah kerumunan anak-anak.

Horeee! Kitapun keluar semua. Melangkahkan kaki satu-satu. Sampai setidaknya beberapa meter saja dari kelas, ku dengar berita terungkapnya kebohongan ini. Pak Raden marah!
Entah, kita malah tertawa-tawa dan terus menuju asrama.

2. Jurit Malam KMR
Dulu malam Jum’at. Ku masih ingat kita semua gemetar, tapi tak sepenuhnya karena dingin yang saat itu benar-benar menusuk, kita gemetar karena takut, sangat. Ya, di luar sangat sepi, tapi dalam diri kita sangat ribut. Kita panik. Sebentar lagi jurit malam.

Giliran pertama tiba. Seseorang–ku tak ingin menyebut nmanya– melangkahkan kakinya dari mesjid satu demi satu menelusuri gelap. Ya, dulu sangat gelap, Dia mulai berjalan, berjalan, dan dalam beberapa menit, dia kembali tanpa alasan yang jelas. Air di gelas yang dibawanya kosong!

Tapi semua terus berjalan, satu-persatu. Kita mulai menelusuri jalan menanjak, lurus, turun ke Mushola puteri, ke lapang voli, lalu lapang basket. Dan di sinilah tantangan mulai bermunculan. Tib-tiba saja seorang kakek-kakek bertongkat jatuh di hadapan kita, dan kita lihat banyak makhluk berkain putih di depan sana. Wuh! Kitapun mulai tegang.

Tapi kita tak rela digandrungi terlalu banyak takut. Kita ingin suasana lain. Dan entah ide dari mana, kitapun mulai menyapa “hantu-hantu itu”. Ingatkah kalian saat kita menyapa kakek yang jatuh? “Kek, kalau udah tua jangan jalan-jalan terus!” Atau pocong yang kita pegang kepalanya lantas kita tanya, “Ini makhluk, laki-laki apa perempuan?” dia menjawab dengan suara hantunya, “Banci…” Atau masihkah terbayang oleh kalian hantu ekstrim yang bergelantung di ring basket untuk menakuti kita, tapi tiba-tiba dia jatuh dan berteriak, ADUH! Ha… ternyata semua tak setegang yang kita kira.

Akhirnya selesai juga. Kita berkumpul kembali di mesjid dan bercerita banyak tentang perjalanan tadi. Semua tertawa, ha…

3. Tapantri
Sudah hampir selesai masa kelas 1 kita. Sebentar lagi ulangan semester selesai, dan kita naik kelas. Kita akan punya adik, banyak. Yah, sebentar lagi.
Tapi karena itulah, akan banyak pula yang hilang. Kakak tertua yang dulu membentaki kita di MABICA akan pergi @ Dani yang selalu tersenyum dan kalem saat ngobrol di mesjid, @ Acung yang kerap kali kita puji kemampuan basketnya, @ Makki yang berbagi banyak hal, @ Nadhori, @ Hamba, semuanya akan mengucapkan salam perpisahannya.
Tapi jangan sedih dulu, bukan itu yang ingin kita bicarakan. Kita akan lebih banyak mengingat penampilan yang hebat –bahkan katanya paling rame– saat itu.

Dulu kita belum tahu banyak tentang Tapantri. Kita hanya disuruh mempersiapkan sesuatu untuk ditampilkan. Apapun. Hmm…

Saat kelas lain sibuk dengan band mereka: rock, mellow, kita memilih alternatif lain: dangdut. Kedengarannya lucu dan sedikit inferior (rendah), tapi tak begitu jelek. Terserah, yang penting kita suka. Sekejap saja asrama riuh, orang-orang bernyanyi dan joged. Ayo goyang semua!ha…

Waktunyapun tiba. Hari itu kelas 6 botak semua! Tapi masih ganteng. Setelah beberapa sambutan, ada pertunjukan angklung. Beberapa orang bermain musik sambil melawak. Lucu!

Dan saatnyapun tiba. Giliran kelas kita pertama –atau mungkin kelas 1 puteri dulu, ku tak begitu ingat–. Organer kebanggaan kita, Fajrin mulai mengetes suara. Agak lama memang, sampai ada yang menyoraki segala. Huu… Tapi semua itu tak berlangsung panjang, karena kita akan tunjukan hal yang berbeda, dangdut! Musik sudah mulai jalan, dan, “Malam ini, malam terakhir bagi kita…” lagu dimulai, semua bersorak, alumni yang diluar naik ke atas semua. Tak sampai di situ, kita semakin fantastik saat beberapa orang berseragam dari kelas kita maju ke depan dan berjoged layaknya penari latar. Semua riuh, hebat!

Huh, akhirnya selesai. Syukurlah, katanya penampilan kelas kitalah yang paling bagus.

NB: Masihkah kalian ingat ref lagunya yang kita ubah? Aku masih. Seperti ini: “Salikur… hoo hoo hoo hoo Salikur… Kakakku… hoo hoo hoo hoo yang ganteng… Salapan… hoo hoo hoo hoo Salapan… Tetehku, hoo hoo hoo hoo yang cantik…”.

4. Darul-Arqam Fair
Akhirnya sampai juga di penghujung kelas 1. Kini kita sudah melewati beribu jam pelajaran, banyak kursus B. Arab, Komputer, Ma’rakat, KMR, dan dua kali THB. Ya, ini puncaknya, DA Fair.

Memang tak banyak orang yang ikut, mungkin karena tak begitu tertarik, atau juga karena ingin cepat melepas penat usai THB kemarin dalam libur yang panjang. Entahlah, tapi pastinya bukan karena biaya pendaftarannya yang hanya lima belas ribu, ku rasa.
Pembukaanpun dimulai, aku masih ingat yang ngajinya @ Karnayah, dengan sedikit trouble di tengah-tengah. Setelah beberapa sambutan dan tabuhan gong, materi 1 pun dimulai. Ini tentang dakwah. Kita disuruh membuat beberapa pola dengan beberapa kertas yang sudah disediakan.

Acara berlangsung satu demi satu: diskusi, materi, aplikasi, game, olah raga. Dan tibalah acara puncak. Malam-malam di depan aula, di luar.
Di malam itu semua peserta panggung menampilkan drama misterinya, diawali dengan seorang kelas satu puteri –namanya Dilla– yang membawa kertas kecil dan menangis di depan. Keras! Lalu datang seorang lagi dan menanyainya kenapa ia menangis, si Dilla itu memberikan kertas yang dibawanya. Saat membaca tulisan di kertas, orang itu ikut menangis juga. Lalu datang orang lain dan menanyainya lagi, iapun ikut menangis setelah membaca kertas itu. Kita menjadi begitu penasaran, apa sih isi tulisannya? Sampai akhirnya @ Arif datang dan dia juga melakukan hal yng sama: menanyai kenapa orang-orang menangis. Saat diberi kertas, dia tidak menangis, tapi malah membaca isi kertasnya. Aku tak terlalu ingat, tapi kurang lebih seperti ini, “anak-anak panggung berakting menangis”. Ha…

Yah, akhirnya kelas satu sudah kita lalui. Bersama likunya yang begitu khas. Kitapun lega.

Kelas 2
Kita sudah pindah asrama. Aku kebagian asrama 20 di pinggir rumah Mang Ohir, sedang kalian di asrama pojok dan asrama besar di bawah yang kerap kali disebut asrama stadion karena sepertinya tak kalah luas dengan lapang handap untuk bermain bola, setidaknya dalam fikiran kita sendiri. Atau kadang juga kita menyebutnya asrama Titanic, karena deras sungai selokan yang setiap pagi mengalir membuat kita seolah-olah sedang berada di sebuah kapal pesiar besar.

Di sini petualangan kita menjelajahi ruang-ruang yang sebelumnya disebut penjara suci kian besar dan menantang. Tak disangka, ternyata penjara ini tak sesempit yang kita bayangkan dulu; banyak hal baru yang begitu saja kita temui. Oke, kita mulai nostalgianya.

1. Rapat awal Cerdas Cermat
Siang itu kalau tak salah hari Selasa–atau mungkin hari Minggu, ku tak begitu ingat–, kita berbondong-bondong menuju kelas puteri, setelah sebelumnya dandan habis-habisan tentunya. Yah, mungkin lebih pantas disebut nga-Hit formal. Apapun itu, kita akan mulai menjejakkan langkah dalam belantara organisasi. Saat ini.

Acara dibuka oleh Bung Ketua, Irvan, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan oleh sekretaris, ya, dulu aku yang jadi sekretaris. Kita belum tahu banyak tentang bagaimana itu rapat, seperti inipun sudah bagus. Setidaknya.

Rapat terus berjalan, sampai seorang teman kita yang terlambat, Fajrin masuk, tapi keluar lagi agak lama. Bung Ketua yang penasaran menyusulnya ke luar, dan iapun tak kembali. Sampai beberapa saat, Fajrin bertengger di pintu kelas dan sangat polos ia memecah kebingungan kita akan materi rapat. Katanya, “Kata Pak Ruhan bubar”. Sekejap semuanya dingin, seperti kejang-kejang. Walau tak gemetaran seperti jurit malam kemarin, tapi kita sangat ketakutan.Mau apa lagi, kitapun keluar kelas, rapat bubar!

Di perjalanan pulang, Pak Ruhan memanggil kita dan memberi pengarahan ini-itu. Katanya rapat tadi illegal, sebab waktu Bu Diah –Pembina 2 phi dulu– ditelfon, ia tidak tahu apapun mengenai rapat ini.

Selesai dengan Pak Ruhan, kita berkumpul di asrama lalu Irvan menceritakan pengalamannya di Ruang “Panas” bersama Bapak ekstrakurikuler itu. “Euh, Sieun!ha…”
NB: Apa kalian masih ingat kenapa kita bisa ketahuan? Kalau tidak, bagini ceritanya. Saat itu ketika Fajrin datang, Pak ruhan melihatnya dan heran karena ada putera berkeliaran di kelas puteri. Lalu Fajrin dipanggil dan ditanyai, dan ketahuanlah kita.

2. 2 pha vis à vis 2 phi
CC masih beberapa bulan lagi.

Dulu kita suka main voli, di lapangan dekat asrama puteri tentunya. Banyak siang kita habiskan untuk berlaga di sana, dibawah terik ultraviolet, di atas kerikil dan pasir, dan di depan banyak pandangan misterius, kita ditonton puteri!

Kita suka main voli, kita juga suka ribut berteriak-teriak dan tertawa-tawa menyoraki ini-itu di lapangan voli. Tapi entah kenapa, ada satu teriakan yang sepertinya mengundang emosi kita, membuat kita tak nyaman. Teriakan puteri.

Ya, dulu puteri juga suka berteriak menyebut-nyebut nama kita, entah itu Syuhada, Hariz, dan banyak lagi. Tapi kita tak suka, kita marah. Dan tak terima diteriaki, kita melempar pasir lapangan ke jendela asrama puteri. Di sini benih permusuhan mulai tumbuh, besar.

Lalu inipun berlanjut, panjang. Di asrama, kita membicarakan pertengkaran ini. Di warung, di kelas, dan di tempat lain. Permusuhan ini berlanjut, sampai puncaknya kita menaburkan Lumpur ke kelas 2 puteri. Lantas, ketika melewati kelas itu unituk waktu bel pelajaran berbunyi, mereka menyoraki kita serempak, Hu…

Tapi waktu terus berputar, dan kita juga berputar dari keadaan ini. Beberapa hari selanjutnya akhirnya kita sadar dan meluluhkan egoisme beton ini. Kita saling bermaafan, kita damai.

3. Cerdas Cermat Kita
Waktunya segera tiba. CC akan kita adakan besok.
Siang itu hari Kamis, DA sedang libur bulanan. Kita sangat bersemangat waktu itu: untuk membereskan kursi, mengangkat meja, mengatur denah, membuat background, mempersiapkan CC yang akan kita adakan besok. Ya, satu hari lagi!

Sore di saat kursi sudah tersusun rapi di dalam, kita asyik gigitaran di tangga aula. Merasakan aura kebersamaan. Foto-foto, dan tertawa bersama. Rame!

Malamnya kesibukan itu menjaring kita kembali ke aula. Memasang background, mengatur sound system, dan menerka-nerka yang belum dikerjakan. Tapi kita tetap ceria, tersenyum. Pak Oleh–Pembina kita dulu– sangat bersemangat!

Saatnya tiba! Pagi hari sebelum menuju aula, kita sibuk meminjam pakaian seragam putih tangan panjang. Merengek-rengek ke adik kelas.ha.

Jum’at, 24 Maret 2004, 08:00, acara dimulai. Saat itu MC Amalul dan Naila, Tilawah Ilham dan Indri, pembaca soal Jefry dan Hasna, juri @ Iqbal dan dari Irmawati seorang–ku lupa namanya–. Kita bersama membaca basmalah, lalu sambutan dari Bung Ketua, Irvan, Pembina, Pak Oleh dan Pondok, Pak Iyet. Setelahnya ada hiburan nasyid dari putera.

CC pun dimulai. 2 tim putera dan 2 tim puteri berseragam putih lengan panjang menduduki tempatnya di depan.

Soal mulai dibacakan, kita mulai berharap

Singkatnya, grup putera juara 1 dan 2. Untuk lomba darama dan menulis –yang juga kita adakan– juga. Kita menang! Kitapun bersorak, hore…!

Sorenya acarapun selesai, setelah sebelumnya kontrofersi nilai CC terselesaikan. Huh…

Masih banyak hal yang kita lewati dulu: MC, TQ, banyak sidang di asrama, dan yang lainnya. Tapi ku agak terburu-buru untuk menuliskannya, entahlah.

Kelas 3
Fuih,aku agak segan memulainya. Bagaimana tidak, semua hal memuncak di sini: kenakalan, kekacauan, kelas kosong, hukuman, masalah, sampai pada perpisahan kita, di sini. Di satu tahun terakhir masa Tsanawiyah kita yang terasa begitu panjang.
Tapi kita juga tak bisa menghindar kalau ini adalah petualangan hebat yang akan banyak kita ingat; banyak hal terjadi di sini. Oke, mungkin kalian sudah tak sabar untuk menertawai cerita kita dulu. Langsung saja.

1. Proposal Study Tour: Ditolak!
Aku tak terlalu ingat waktunya, tapi kalau tidak salah di bulan Ramadhan. Waktu itu kita sudah siap menyodorkan hasil perasan otak kita selama hampir satu smester itu. kita akan melayangkan proposal ke pondok, untuk acara Study Tour. Semua optimis.
Ternyata tak selancar itu. di awal peluncuran banyak kritik dan coretan di proposal, dan di sanubari kita secara tidak langsung. “Cape-cape nyieun, dicorat-coret sangeu nahna!”. Tapi sepertinya memang inilah yang harus kita alami: mengoreksi ulang, menyodorkannya lagi, mengoreksi lagi, menyodorkan lagi, dan seterusnya. Dan ingatkah kalian, saat keputusan rapat kita terima, katanya pondok sedang krisis, maka acara Study Tour ini tidak penting; ditolak! Kita tercengang, entah ada yang tertawa atau tidak waktu itu, tapi pastinya kita menangis, tersedu-sedu.

Ini belum behrakhir, kita mengumpulkan kembali puing-puing tekad yang berserakan kacau. Kita datangi langsung Pak Pimpinan ke rumahnya, tanpa harus melalui jalur birokrasi atau entah apalah. Dengan bermodalkan doa, tekad, dan satu sepeda motor, kita melaju ke rumah Pak Pimpinan.
“Tok tok tok”. Satu dua ketukan pintu kita kita lantunkan beriringan harap. Kita benar-benar mendatanginya, tanpa proposal, tanpa apapun. Tapi tekad kita lebih berarti dari semuanya.

Singkatnya, Pak pimpinan membuka jalan yang lebar bagi Study Tour kita, menyuruh kita membawa proposal! Huh, kita lega, sangat.

2. Detik-detik Pemadatan
Masih ingat saat-saat terakhir dulu? Ya, beberapa hari menjelang UAN dulu yang begitu menjenuhkan.

Saat itu pemadatan B. Inggris. Pak Hendra sudah stand by menghitungi setiap detik keterlambatan kita. Tapi tak sesebentar itu, karena waktu terus berjalan, berganti detik, menit, dan entah sampai berapa lama kita tak juga muncul. Lantas, kitapun dipanggil ke KBM, seluruh kita: Disemproti kata-kata pedas!

3. Study Tour
Garut, 02 Juni 2006, kira-kira belum lewat jam 10 malam kita duduk-duduk di asrama menanti bis yang akan datang tengah malam nanti. Sebagian ada yang sibuk mengurusi konsumsi.

Aku masih ingat dulu di asrama 3, dua bis tiba-tiba berhenti di depan pondok. Tadinya kita mengira hanya bis biasa, atau bis carteran orang lain. Tapi bi situ parker di poskestren, mencari kita. Hah? Sekarang kan belum jam dua belas? Kita agak panic saat itu, karena satu jam saja bi situ kita pakai lebih dari 18 jam, maka harga sewanya naik 2 kali lipat, kalau tidak salah. Kitapun mendatangi mereka, dan sedikit debat panas mengawali perjumpaan itu.

Untunglah ini tak berlangsung lama, karena entah kenapa, bis itu rela kita pakai sampai esok, terserah mau berapa jam. Kitapun lega.

Tiba-tiba saja kita sibuk. Keberangkatan yang direncanakan jam 04. 00 dini hari akan kita majukan sampai jam 12.00 tengah malam! Sekilas saja bagian konsumsi berlarian, kita sibuk mencari motor, semua ribut!

Kita jadi berangkat, tengah malam, menembus kegelapan, memecah sunyi dengan rebut pembagian kaos angkatan. “Saha nu ukuranna M?”

Subuh hari kita berhenti di puncak, mesjid At-Ta’awun. Dingin air dan udara menyapa kita pertama kali, kitapun gemetar. Brrrr.

Perjalanan berlanjut ke TMII. Walau agak macet. Tapi kita tak kan kalah dengan ini untuk diam dan menyerapahi kepadatan mobil, kita jogged bersama dan tertawa-tawa. Semua ceria.

Di TMII kita mengunjungi beberapa tempat: PP. IPTEK, Taman Aquarium Air Tawar, dan tempat-tempat hiburan lain.

Akhirnya selesai juga study tour ini, bus pun berlari kembali menembus kegelapan malam…

Huh, tadinya aku bermaksud menuliskan juga cerita kelas 4 kita. Tapi sepertinya masih banyak hal yang harus ku kerjakan. Sampai sini sajalah, kita masih bisa teruskan saja cerita ini di asrama.
posted by Iiq Pirzada @ 08.13   0 comments
About me

Iiq Pirzada adalah seorang
santri Darul Arqam yang
beberapa kali dipanggil ke
kantor kepala sekolah karena
mengadakan kumpul KMR
putera-puteri. Ia juga pernah
dikeluarkan dari kelas saat
mendebat seorang guru.
Beberapa tulisannya pernah
menjuarai lomba, dan yang
paling diingatnya adalah saat
memenangkan juara 1 lomba
tulis artikel Ma'rakat Go Public
se-Garut 2005. Saat itu ia
masih kelas 2 SMP, dan harus
melawan saingannya yang
rata-rata sudah SMA.


Menu
Quote

Tulisan yang bagus itu
bukan tulisan yang kata-
katanya selangit, tapi tulisan
yang bagus itu adalah
tulisan yang selesai

Fahd Djibran
President Prophetic Freedom


Sekilas Info

DA lagi libur sampe tanggal
13 Januari, Insya Allah
smester 2 akan banyak acara IRM


Contact Us

iqbal_iiq26@yahoo.com

Tulisan Lain
Archives
Links
Cafe

Cafe
Pengunjung